Mafia Hukum



Dewasa ini di negara kita sedang ramai di bicarakan di media-media baik lokal atau pun nasional mengenai “Mafia Hukum”. Sering terdengar kata mafia hukum bahkan sudah tidak asing ini kita membicarakan tentang mafia hukum. Namun sebagian orang yang membicarakan tentang mafia hukum tersebut tidak mengetahui apa arti dari istilah “mafia hukum” tersebut. Dilihat dari asal kata “M.A.F.I.A” berasal dari negara Itali,yaitu “Morte Alla Francia Italia Anela” yang artinya “bunuh orang-orang Perancis adalah seruan Italia” (“Mafia” Fred ICoke). Secara definitif, definisi “Mafia” adalah organisasi politik patriotik, yang berasal dari Kota Palermo Italia Tahun 1928, yang dibentuk untuk membebaskan Sicilia dari dominasi asing (Perancis), dan untuk tercapainya tujuan itu diputuskan berdirinya organisasi “Mafia”.

Seiring dengan perkembangan zaman, pada abad ke XV organisasi mafia ini mulai mengembangkan kegiatannya di bidang kejahatan. Pada tahun 1860, Mafia mengembangkan organisasi di Sicilia di bidang kejahatan, pada tahun ini juga Mafia asal Sicilia ini mengembangkan organisasinya sampai ke negara Amerika Serikat, khususnya di New Orlens, dengan menggunakan nama Cosa Nostra.
Dari sejarah Mafia tersebut, sampai terkenal setiap ada tindakan kejahatan di istilahkan dengan kata mafia, di Indonesia banyak oknum yang menjadi mafia di bidangnya masing-masing. Dengan terungkapnya mafia hukum maka dibentuklah Satgas Pemberantasan Mafia Hukum (Satuan Petugas Pemberantasan Mafia Hukum). Pada tahun 2010 ini, terdapat beberapa sasaran Satgas Mafia Hukum yang harus diberantas, antara lain: Mafia Peradilan, Mafia Korupsi, Mafia Pajak dan Bea Cukai, Mafia Kehutanan, Mafia Pertambangan & energy, Mafia Narkoba, Mafia Tanah, Mafia Perbankan & Pasar Modal, dan Mafia Perikanan.
Pada Mafia Pajak, terjadi pola seperti ini, dari wajib pajak selanjutnya menghitung sendiri kemudian melapor kepada petugas pajak, dari petugas pajak mafia pajak tersebut menyalahkan perhitungan pajaknya dan meminta wajib pajak membayar pajak lebih tinggi dari situlah terjadi negosiasi dan membayar pajak melalu Markus Mafia pajak (makelar khusus mafia pajak). Disini peranan Markus Mafia pajak antara lain: menjadi penghubung antara wajib pajak bermasalah dengan pejabat di kantor pajak, kantor keberatan pajak dan banding serta pengadilan pajak, karena kedekatannya dengan pejabatnya dan menjadi konsultan pajak bagi wajib pajak bermasalah.
Tidak jauh berbeda dengan Mafia Pajak, pada Mafia Peradilan yang dituju dari Mafia-mafia Peradilan tersebut adalah uang lebih dari si klien. Pola-pola dalam praktik Mafia Peradilan terdapat beberapa tahap yang terjadi di dalamnya. Pada tahap penyelidikan, pertama di dalam praktik Mafia Peradilan terdapat permintaan uang jasa, jadi laporan akan ditindaklanjuti setelah menyerahkan uang jasa. Selain itu, terdapatnya penggelapan perkara, yaitu dimana penanganan perkara dihentikan setelah ada kesepakatan membayar sejumlah uang kepada polisi. Selanjutnya, pada tahap penyidikan terdapat adanya negosiasi perkara, dimana di dalamnya terdapat tawar menawar pasal yang dikenakan terhadap tersangka dengan imbalan uang yang berbeda-beda, kemudian menunda surat pemberitahuan dimulainya penyidikan kepada kejaksaan. Selain itu, pada tahap penyidikan terdapat pula pemerasan yang dilakukan oleh polisi, prosesnya tersangka dianiaya terlebih dahulu agar mau kooperatif dan menyerahkan sejumlah uang, setelah itu mengarahkan kasus lalu menawarkan jalan damai. Sampai kepada pengaturan ruang tahanan pun dibelakangnya terdapat dalang Mafia peradilan, di dalam penempatan ruang tahanan menjadi ajang tawar menawar.
Di dalam tahap penyidikan secara rinci dapat dijelaskan banyak praktik-praktik mafia peradilan antara lain:
1. Pemerasan, penyidikan diperpanjang untuk merundingkan uang damai. Surat panggilan sengaja tanpa status “saksi” atau “tersangka”, yang pada ujungnya saat pemeriksaan dimintai uang agar statusnya tidak menjadi “tersangka”.
2. Negosiasi Status, di dalam proses ini perubahan status tahanan seorang tersangka menjadi ajang tawar menawar.
3. Pelepasan tersangka, melalui Surat Penghentian Penyidikan (SP3) atau sengaja membuat dakwaan yang kabur (obscuur libel) sehingga terdakwa divonis bebas.
4. Penggelapan perkara, berkas perkara dapat diberhentikan jika memberikan sejumlah uang. Saat dilimpahkan ke kejaksaan, polisi menyebutkan “sudah ada yang mengurus”, sehingga tidak tercatat dalam register.
5. Negoisasi perkara, di dalam proses ini, proses penyidikan yang diulur-ulur merupakan isyarat agar keluarga tersangka menghubungi jaksa. Dapat melibatkan calo, antara lain dari kejaksaan, anak pejabat, pengacara, rekanan jaksa. Disini berat atau kecilnya dakwaan menjadi alat tawar menawar.
6. Pengurangan tuntutan, tuntutan dapat dikurangi apabila tersangka memberikan sejumlah uang. Berita acara pemeriksaan dibocorkan saat penyidikan. Selain itu juga, pasal yang disangkakan juga dapat diperdagangkan.
Dalam praktik mafia peradilan di persidangan di dalamnya terdapat, pemintaan uang jasa, pengacara harus menyiapkan uang ekstra untuk bagian registrasi pengadilan. Dapat menentukan majelis hakim sendiri atau menggunakan jasa panitera pengadilan. Negoisasi putusan juga menjadi praktik para mafia peradilan, dimana sudah ada koordinasi sebelumnya mengenai tuntutan jaksa, yang berujung pada vonis hakim. Tawar menawar antara hakim, jaksa dan pengacara mengenai besar hukuman serta uang yang harus dibayarkan.
Pada tahap banding perkara, terdapat aksi-aksi nakal praktik mafia hukum pertama negosiasi putusan, pengacara menghubungi hakim yang mengadili, lalu tawar menawar hukuman. Kedua, penundaan eksekusi, pelaksanaan putusan dapat ditunda dengan membayar sejumlah uang kepada jaksa melalui calo perkara atau pelaksana eksekusi.
Praktik mafia hukum di dalam Lembaga Pemasyarakatan adalah sebagai berikut; pungutan bagi pengunjung, uang cuti, menggunakan orang lain yang identitasnya disesuaikan dengan identitas terpidana, bisa mendapatkan perlakuan istimewa.
Semua Mafia Hukum ini dapat diberantas dengan cara Reformasi pada lembaga penegak hukum. Kultur kepolisian selama ini lebih menonjolkan sikap represif, arogan, ekslusif dan merasa paling benar, semua paradigma itu harus diubah dengan menegakkan norma demokrasi seperti equality, fairness, dan transparency. Tugas dan wewenang kepolisian yang begitu luas harus dipangkas. Harus dilakukan revisi UU Kepolisian dengan memfokuskan wewenang kepolisian sebagai penegak hukum, penjaga ketertiban dan keamanan, dan pelayan publik. Implementasi reformasi Polri cenderung bersifat konvensional, karena hal berikut : Pelaksanaannya masih top down, Tidak disertai ruang bagi satuan bawah untuk melakukan inovasi, Tidak disertai reward dan punishment, Tidak disertai jaminan bahwa setiap pergantian pimpinan tidak akan terjadi perubahan kebijakan yang ditetapkan pimpinan sebelumnya.
Secara keseluruhan Reformasi Polri harus menyangkut masalah strategis, yang mencakup di dalamnya yaitu, mendudukan fungsionalitas kepolisian dalam system ketatanegaraan, membenahi dan mengembangkan profesionalisme kepolisian, dan membangun lembaga independen yang kuat untuk mengawasi pelaksanaan tugas polisi sehari-hari.
Reformasi yang harus dijalankan oleh Kejaksaan antara lain, yaitu harus ada standar profesi jaksa menyangkut keahlian dan pengetahuan, organisasi kejaksaan ideal sesuai dengan fungsi dan tugas tiap pimpinan, system pengawasan kejaksaan harus transparan, akuntabel, dan membuka seluas-luasnya partisipasi masyarakat, reward dan punishment yang intinya memberi sanksi tegas terhadap yang melakukan pelanggaran dan member penghargaan terhadap yang berprestasi, revisi pada KUHAP yang menciptakan system peradilan terpadu, KUHAP yang ada sekarang membuka peluang makelar kasus karena proses penyidikan, penuntutan, sampai ke pelimpahan ke pengadilan memakan waktu yang cukup lama dan tidak ada ketentuan yang mengatur hal-hal mana dalam proses hukum tersebut yang harus dibuka ke publik.
Di dalam tubuh KPK juga harus diadakan reformasi secara menyeluruh. Di dalam reformasi tersebut, harus ada fokus pilihan penindakan dan sasaran kasus korupsi yang harus ditangani supaya jangan tumpang tindih dengan pihak kepolisian dan kejaksaan, batasan Rp. 1 Milyar terlalu kecil sehingga harus dinaikkan. Jaminan perlindungan saksi dapat didampingi pengacara. Dalam hal penyadapan secara ketentuan untuk menghindari kesewenang-wenangan perlu persetujuan pengadilan.
Perlu diperhatikan juga LPSK untuk mereformasi lembaga tersebut. Di dalamnya ketentuan syarat dan tata cara pemberian perlindungan saksi dan koban, harus ada kriteria saksi dan korban yang bisa diberi perlindungan untuk menghindari jangan sampai pelaku kejahatan pelanggar HAM dan korupsi diberi perlindungan. Selain itu, harus ada ketegasan bahwa anggota LPSK tidak boleh merangkap jabatan untuk menghindari konflik kepentingan.
Dari keseluruhan informasi tentang Mafia Hukum ini, dapat kita ketahui mengenai sejarah mafia hukum sampai dengan penanganan reformasi di semua tubuh Lembaga Penegak keadilan untuk menghentikan kegiatan mafia hukum tersebut.
Penulis : Oleh : AKBP. O. HOTMA NAPITUPULU, SH
ADVOKAT / PENASEHAT HUKUM PADA
BIDBINKUM POLDA JABAR.

Subscribe to receive free email updates:

1 Response to "Mafia Hukum"