Tokoh Hukum Hans Kalsen



Hans Kalsen(1881-1973)
Adalah seorang filsuf dan ahli hukum terkemuka dari Austria Lahir Pada tanggal 11 Oktober tahun 1881 di Praha Austria.
Hans Kelsen dan Keluarganya yang merupakan kelas menengah Yahudi pindah ke Vienna. Pada 1906, Kelsen mendapatkan gelar doktornya pada bidang hukum.
Hans Kelsen pada kalangan mahasiswa hukum khususnya di Indonesia sangat di elu elukan oleh para mahasiswa, karena norma dasar yang dianut olehnya ialah norma yang dikenal dengan (the Pure Theory of Law).

1. Norma Dasar
Menurut Kelsen, hukum adalah sebuah system Norma. Norma adalah pernyataan yang menekankan aspek “seharusnya” atau das solen, dengan menyertakan beberapa peraturan tentang apa yang harus dilakukan. Norma-norma adalah produk dari aksi manusia yang deliberatif. Kelsen meyakini David Hume yang membedakan antara apa yang ada (das sein) dan apa yang “seharusnya”, juga keyakinan Hume bahwa ada ketidakmungkinan pemunculan kesimpulan dari kejadian faktual bagi das solen. Sehingga, Kelsen percaya bahwa hukum, yang merupakan pernyataan-pernyataan “seharusnya” tidak bisa direduksi ke dalam aksi-aksi alamiah.
Kemudian, bagaimana mungkin untuk mengukur tindakan-tindakan dan kejadian yang bertujuan untuk menciptakan sebuah norma legal? Kelsen menjawab dengan sederhana ; kita menilai sebuah aturan “seharusnya” dengan memprediksinya terlebih dahulu. Saat “seharusnya” tidak bisa diturunkan dari “kenyataan”, dan selama peraturan legal intinya merupakan pernyataan “seharusnya”, di sana harus ada presupposition yang merupakan pengandaian.
Sebagai oposisi dari norma moral yang merupakan deduksi dari norm moral lain dengan silogisme, norma hukum selalu diciptakan melalui kehendak (act of will). Sebagaimana sebuah tindakan hanya dapat menciptakan hukum, bagaimana pun, harus sesuai dengan norma hukum lain yang lebih tinggi dan memberikan otorisasi atas hukum baru tersebut. Kelsen berpendapat bahwa inilah yang dimaksud sebagai Basic Norm yang merupakan presupposition dari sebuah validitas hukum tertinggi.
Kelsen sangat skeptis terhadap teori-teori moral kaum objektivis, termasuk Immanuel Kant. Kedua, Kelsen tidak mengklain bahwa presupposition dari Nrma Dasar adalah sebuah kepastian dan merupakan kognisi rasional. Bagi Kelsen, Norma Dasar adalah bersifat optional. Senada dengan itu, berarti orang yang percaya bahwa agama adalah normatif maka ia percaya bahwa “setiap orang harus percaya dengan perintah Tuhan”. Tetapi, tidak ada dalam sebuah nature yang akan memaksa seseorang mengadopsi satu perspektif normatif.
Kelsen mengatakan bahkan dalam atheisme dan anarkhisme, seseorang harus melakukan presuppose Norma Dasar. Meskipun, itu hanyalah instrumen intelektual, bukan sebuah komitmen normatif, dan sifatnya selalu optional.

2. Nilai Normatif Hukum
Nilai normatif Hukum bisa diperbandingkan perbedaannya dengan nilai normatif agama. Norma agama, sebagaimana norma moralitas, tidak tergantung kepada kepatuhan aktual dari para pengikutnya. Tidak ada sanksi yang benar-benar langsung sebagaimana norma hukum. Misalnya saja ketika seorang lupa untuk berdoa di malam hari, maka tidak ada instrumen langsung yang memberikan hukuman atas ketidakpatuhannya tersebut.
Validitas dari sistem hukum bergantung dari paktik-pratik aktualnya. Dikatakannya bahwa “perturan legal dinilai sebagai sesuatu yang valid apabila normanya efektif (yaitu secara aktual dipraktikkan dan ditaati)”. Lebih jauh lagi, kandungan sebenarnya dari Norma Dasar juga bergantung pada keefektifitasannya. Sebagaimana yang telah berkali-kali ditekankan oleh Kelsen, sebuah revolusi yang sukses pastilah revolusi yang mampu merubah kandungan isi Norma Dasar.
Perhatian Kelsen pada aspek-aspek normatifitasan ini dipengaruhi oleh pandangan skeptis David Hume atas objektifitasan moral, hukum, dan skema-skema evaluatif lainnya. Pandangan yang diperoleh seseorang, utamanya dari karya-karya akhir Hans Kelsen, adalah sebuah keyakinan adanya sistem normatif yang tidak terhitung dari melakuan presuppose atas Norma Dasar. Tetapi tanpa adanya rasionalitas maka pilihan atas Norma Dasar tidak akan menjadi sesuatu yang kuat. Agaknya, sulit untuk memahami bagaimana normatifitas bisa benar-benar dijelaskan dalam basis pilihan-pilihan yang tidak berdasar.
Hans Kelsen meninggal dunia pada 19 April 1973 di Berkeley. Kelsen meninggalkan hampir 400 karya, dan beberapa dari bukunya telah diterjemahkan dalam 24 bahasa. Pengaruh Kelsen tidak hanya dalam bidang hukum melalui Pure Theory of Law, tetapi juga dalam positivisme hukum kritis, filsafat hokum, sosiologi, teori politik dan kritik ideology. Hans Kelsen telah menjadi referensi penting dalam dunia pemikiran hukum. Dalam hukum internasional misalnya, Kelsen menerbitkan Principles of International Law. Karya tersebut merupakan studi sistematik dari aspek-aspek terpenting dari hukum internasional termasuk kemungkinan adanya pelanggaran atasnya, sanksi-sanksi yang diberikan, retaliasi, spektrum validitas dan fungsi esensial dari hukum internasional, pembuatan dan aplikasinya. [aeroxenon]

Subscribe to receive free email updates:

2 Responses to "Tokoh Hukum Hans Kalsen"

  1. nice share :)
    saya pun pernah baca bukunya si kelsen inih, salah satu bukunya general theory of law and state!
    yg mau saya tnyakan adalh mengenai "normanya efektif (yaitu secara aktual dipraktikkan dan ditaati)”. minta referensinya dong. mungkin saya kurng baca, saya cuma menemukan "the legal rule is valid even in those case (contoh kasus dalm duku ini pencurian) where it lacks "efficacy".(bisa dilihat pda buku genearl theory of law and state kelsen hal 29-30 ttg validity and efficacy). point nya, validitas suatu norma tidak bergantung pada efektifitas yg saudari asumsikan klo pndangan saya mah, krena meskipun suatu norma tidak serta merta ditaati tetap nilai validitasnya ada. (ini analisa saya pda teori lontaran kelsen yaaah, dn saya bukan kelsen mania,heheh maaf klo salah)

    ReplyDelete
  2. makasih atas komentarnya and share nya..
    saya sependapat dengan anda bahwa norma tetap valid walaupun norma tersebut tidak ditaati. yang saya baca bahwa validitas adalah eksistensi norma secara spesifik. (hehee baca nya belum beres)
    namun jika validitas adalah kualitas hukum dan hukum sebagai norma yang valid pada ekspresinya dpt dikatakan bahwa orang harus bertindak dengan cara tertentu. dan bukankah keberlakuan merupakan kondisi bagi validitas...muf kalo kurang tepat pemahaman saya seperti itu hehehe

    ReplyDelete